Tuesday, September 11, 2012

blogmasanton - Kembali saya begitu tergugah dengan postingannya Mas Saptuari (Owner Kedai Digital Jogja) di blog beliau www.saptuari.blogspot.com ... sehingga saya ingin berbagi buat temen - temen semua, semoga ini menjadi inspirasi hidup kita.


Jarum Pentul Bu Mar ....

Ketika kejujuran menjadi mahal harganya, orang-orang sederhana menunjukkan caranya dengan cara yang sangat biasa...

Warung sambel mbak Sasa, Desember 2009..
Es lemon tea yang ada didepanku tiba-tiba rasanya jadi pahit luar biasa, tambah lama tambah pahit. Dua orang karyawanku yang aku introgasi siang itu menunjukkan bukti-bukti kuat bahwa ada satu managerku yang tidak jujur. Ada satu cabang usahaku yang lost kontrol dalam 3 bulan, omzet yang tinggi tidak dibarengi dengan profit yang maksimal. Akhir tahun ini aku langsung minta diaudit bagian keuangan, dan dugaan penyelengan dana itu memang ada.

"Kami selalu menyisihkan uang untuk belanja bahan baku mas, kalo gak segera diambil besok uangnya dah dibawa manager, pas kami mau belanja uangnya sudah gak ada. Baru akhir bulan kami mencocokkan... Ada yang beda di laporan" kata superviserku..
"Berapa uang yang geseh dalam 3 bulan ini?" Tanyaku
"Sekitar 15juta mas.."
Lemon tea itu kuminum lagi, rasanya semakin pahit...

Sore itu juga aku panggil tiga managerku, salah satunya adalah yang menjadi tersangka. Aku beberkan semua bukti didepan mereka, dia terbelalak dan langsung tertunduk tidak berani menatap wajahku, padahal aku tidak berbicara dengan amarah.. aku biarkan mengalir saja seperti orang ngobrol.
"Aku pernah bilang kan, kerja kita adalah amanah orang banyak. Sekali kita tidak jujur, maka bakalan hancur.. sudah hukum alam itu, gak bakal bisa ditolak..." Kataku
Si manager tersangka itu tiba-tiba menangis, dia langsung memeluk badanku sambil berlutut..
"Hhhhhkkkkk...hhhkkkk maafin aku mas, aku memang salah, aku memang salah... Uang itu memang aku pakai untuk bayar hutang-hutangku diluar, aku salah mas gak bisa jaga amanah.." katanya sambil sesenggukan
"Kamu harus berani tanggungjawab, sudah aku siapkan surat bermaterei dengan 2 saksi, bahwa kamu sanggup mengembalikan uang itu dalam dua minggu, jika tidak kau penuhi masalah ini aku bawa ke polisi.." kataku berusaha tegas
Tangisnya tiba- tiba berhenti, raut wajahnya tiba- tiba menegang, aku tau dia semakin terpojokkan.. tidak ada belas kasihan..
"Secara pribadi aku memaafkanmu, tapi setiap pelanggaran harus ada hukuman. Mulai besok kamu sudah bukan bagian dari kami lagi, kamu boleh pergi dengan seluruh aura negatif yang kamu miliki, dan waktumu hanya 2 minggu dari sekarang... Uang itu kembali, atau kami bawa kasus ini ke polisi.." kataku lebih tegas lagi

Dua minggu berlalu..
Uang milik salah satu cabangku itu kembali, entah darimana dia mendapatkan uangnya. Yang jelas aku kehilangan salah satu manager terbaikku yang hancur harga dirinya ketika tidak bisa menjaga sebuah sikap paling utama dalam hidup, yaitu KEJUJURAN..

Tahun ini sudah hampir dua tahun berlalu, dan aku masih mendengar kabar selentingan dari managerku lainnya, bahwa orang itu juga memiliki banyak kasus hutang piutang diluar sana, korbannya puluhan orang, ketika kejujuran menjadi mahal harganya maka tipu menipu jadi hal biasa...
Aah.. bukan urusanku lagi, tapi sebuah nasihat pernah aku dengar, bahwa orang yang bisa menusuk kita adalah orang yang justru paling dekat dengan diri kita.. berhati-hatilah.. aku sudah mengalaminya..

------------------------
Terminal 1F Soekarno Hatta, 2008
Tiba-tiba bahuku ditepuk dari belakang
"Hoi mas, naik Lion juga to..ada acara dimana je mas?" Kata orang itu..
Aku menoleh, haaaa ternyata mas Agung, tetangga desaku. Dosen di ISI Jogja, plus desainer, umurnya sekitar 37 tahun, wajahnya selalu tersenyum kepada siapa saja..
"Hehe, acara ngisi seminar mas, kalo njenengan dari mana mas?" Tanyaku balik
"ngrampungke desain gerbong kereta buat presiden, interiore njelimet soale.. wis 3 bulan jee belum rampung" lanjut mas Agung.
"Wiiii... Sepur buat presiden mas? Ada bioskop dan kolam renange mas?" Tanyaku ngawur
"Haiyah! Koe ki..."
Obrolan asyik kami terhenti ketika masuk ke dalam pesawat, kami beda baris tempat duduk. Pesawat baru Lion Boeing 737-900ER malam itu membawa kami mulus pulang ke Yogyakarta...

Sampai Jogja aku yang nraktir mas Agung naik taksi, dia turun di ujung desa, rumahnya disebelah timur dipinggiran desaku, bersebelahan dengan sawah yang luas..
"Mas, nek gerbonge wiss dadi aku kapan-kapan entuk numpak yo? Gratiss" Teriakku dari jendela taksi, mas Agung cuma cengengesan..

----------------------
Rumah itu sederhana, dipinggiran sawah desaku. Bagian belakang rumah juga masih sawah. Halamannya rapi dengan tanaman yang dirawat setiap hari. Penghuninya sepasang suami istri yang sudah sepuh, Pak Mardowo dan Bu Mardowo, aku tidak tau nama asli ibu itu, di desa biasa dipanggil Bu Mar. Kebetulan bu Mar juga teman pengajian ibuku, jadi keluarga mereka dekat dengan keluargaku. Pak Mar dan Bu Mar adalah orangtua mas Agung, mereka pensiunan guru yang menghabiskan masa pensiun berdua. Ke tujuh anaknya sudah berkeluarga semua dan tersebar dimana-mana, anak bungsunya yang kerja di Jepang dulu satu angkatan denganku kuliah di UGM, tapi kami beda fakultas. Hanya tinggal mas Agung yang tinggal di desaku, membangun rumah sendiri disamping rumah Pak Mar.
Mereka orang yang jadi contoh di desa kami, masih rukun hingga usia tua. Tahun lalu mereka berdua naik haji, dan sikap hidupnya tetap sederhana dan ramah kepada semua orang. Benar-benar sosok "Guru" tempo doeloe yang diguGU dan ditiRU.. bukan kayak guru-guru cabul yang beritanya sering muncul di detik.com, Guru yang "waGU dan saRU.."

Ibuku cerita, ketika ada pengajian di rumah pak Mar, beliau menunjukkan bagian-bagian belakang rumahnya.
"Monggo bu, ini belakang rumah kalo saya meninggal dimandikan disini, bagian pinggirnya sudah saya kasih batas semen biar airnya gak menyebar kemana-mana" kata pak Mar, ibuku juga terkejut mendengarnya, kata Pak Mar biar tidak merepotkan orang, semua sudah dipersiapkan.
"Kami juga sudah memesan makam untuk kami di pemakaman milik pak Amin Rais di Godean, pokoknya semua sudah kami persiapkan agar tidak merepotkan.." lanjut pak Mar.
Aku yang mendengar cerita ibuku juga geleng-geleng kepala, pasangan sederhana itu bahkan sangat punya waktu mempersiapkan masa kematian mereka, wiss sepertinya dah gak kemrungsung mengejar dunia..

----------------------
13 Juni 2011,
Dua hari yang lalu adikku menikah, aku sukses menjadi wali nikah adikku menggantikan almarhum bapakku. Pada saat resepsi nikah ada adat jawa pengantin ada yang mengapit oleh sesepuh ketika berjalan ke pelaminan. Yang mengapit adalah ibu-ibu yang "sempurna", minimal masih lengkap suami istri sampai usia tua, sudah punya cucu, dan lebih bagus kalo sudah berhaji.. filosofinya adalah agar kedua pengantin ketularan aura positif itu.
Ibuku meminta Bu Mar untuk jadi salah satu pendamping itu, beliau bersedia dan siap membantu pada saat acara. Kami langsung mencarikan sewa baju warna merah yang senada untuk kedua pengiring manten itu. Hari itu bu Mar bertugas menggandeng pengantin pria.



Pagi hari sebelum ijab kabul kami mengundang 50 warga desa untuk menjadi saksi acara pernikahan. Jam 7 pagi kami minta warga kumpul di rumah dulu untuk sarapan bersama. Pak Mar kembali menunjukkan sifat yang bagus ditiru, jam 7 kurang 10 menit beliau adalah tamu pertama yang datang ke rumah, ketika sudah diundang tidak mau merepotkan yang mengundang dengan datang belakangan.
Hari ini juga Bu Mar yang pertama mengembalikan baju kebaya warna merah dan kain jarik yang kami sewa untuk beliau. Baju dan jarik itu sudah dicuci, disetrika wangi, terlipat rapi dalam plastik yang bersih.. istriku yang menerima baju itu.
"Mbak Sita, ini sudah saya kembalikan baju dan jariknya, mohon maaf kalo terlambat mengembalikan.." kata bu Mar.
"Walaah bu, kami malah yang merepotkan, ini kok pakai dicuci segala, biar nanti yang punya sewa baju yang mencucinya, kan sudah tugas mereka.." jawab istriku
"Mboten nopo-nopo mbak, biar gak merepotkan yang punya.." lanjut bu Mar.
"Oh iya mbak Sita, meniko juga jarum pentul dan peniti milik mbak-mbak yang ngrias saya kemarin, semua lengkap saya kembalikan.."
Istriku hanya bengong melihat beberapa jarum pentul dan peniti yang dibungkus plastik kecil di atas meja, benda-benda mungil yang tidak berharga, dan si tukang riaspun melupakannya. Jarum pentul dan peniti yang hanya sekali pakai, dan si tukang riaspun punya stock bejibun di kotak perlengkapannya...
"Walaah bu Mar, hanya jarum pentul kok juga dikembalikan to bu, malah tambah merepotkan" istriku gak tau harus ngomong apa..
"Ndakpapa mbak, itu bukan hak saya, masih bisa bermanfaat untuk dipakai yang lainnya.." jawab bu Mar halus...
Sepulang bu Mar, istriku bercerita kisah sederhana itu dengan menggebu-gebu.
Esok harinya, beberapa baju among tamu dikembalikan, dan tentu saja masih dalam kondisi lecek dan bau... Entah kemana juga peniti dan jarum-jarum pentul itu.



Sebuah nasihat dari pak Ustad, jika orang yang JUJUR pasti hidupnya MUJUR... Bagi yang TIDAK JUJUR, tunggu saja pasti hidupnya HANCUR LEBUR... Itu pasti terjadi, hukum alam! Seperti bola yang pasti jatuh ke tanah ketika dilempar ke udara.
Aku dan kamu sudah bosan dengan berita Gayus dan Melinda kemarin lalu, hari ini berita Nazarudin dan Syarifudin yang banter diberita.. ketika KETIDAKJUJURAN dilakukan, tinggal tunggu saja datang kehancuran..

Kata pak Ustad lagi, akan datang hari pembalasan yang dijanjikan Allah, di hari itu setiap kebaikan dan keburukan sebesar biji zarahpun akan diberikan balasannya. Semua yang buruk pasti diminta pertanggungjawabannya!

-------------------------
Aku membayangkan...
Dia yang pernah nyolong sandal di Masjid akan diminta tanggungjawabnya..
Yang pernah nyolong ayam, nyolong pulsa orang, nipu temen sendiri, bohongi bapak ibu, nipu teman, nipu saudara, nilep duit kas kelas, nilep duit arisan, ngemplang utang, nipu di internet, jual barang palsu, transaksi ilegal, KORUPSI semua diminta tanggungjawabnya..
Ada yang baru datang, malaikat seram menudingnya.. "hei kamu!!! Duit 20 milyarrr yang kamu colong sudah cukup untuk melumatkan tubuhmu disini..!!!"

Ada yang datang lagi, ditanya "apa hak orang lain yang pernah kamu ambil di dunia..??"
"Tidak ada wahai malaikat, Demi Allah jarum pentulpun sudah saya kembalikan ke mbak Sita karena memang bukan hak dan milik saya..."
Aaah... Indah sekali istana yang Allah buatkan untuk bu Mar di surga nantinya..

--------------------------------
Kemarin mas Agung naik motor lewat depan rumahku sambil menyapaku "ayo Mas pergi duluuu..". Aku janji kalo punya kesempatan naik gerbong kereta presiden itu aku akan jujur membeli tiketnya. Aku gak mau jadi penumpang gelap seperti penumpang kereta Jabodetabek yang meluncur penuh sesak disana...


*diketik di Jogja, dibaca dimana sadja...
READ MORE - Harga Sebuah Kejujuran .....

Sunday, September 9, 2012

blogmasanton - Lonjongan ...??? mungkin ada diantara temen-temen yang belum tau Lonjongan itu apa. Lonjongan adalah jajanan tradisonal khas Solo yang terdiri dari Cenil, Klepon, Ketan, Ketan Hitam, Gethuk, yang dicampur jadi satu dikasih parutan kelapa dan Juruh / Legen Gula Jawa. Penasaran ...??? Pelototin aja foto berikut ini.

Penjual Lonjongan
Ini foto pas aku lagi berkesempatan jalan - jalan di kota Solo, kebetulan istri lagi pengen makan cenil, langsung saja meluncur ke Pasar Gede Solo, dan dapat deh penjual Lonjongan ini.
Bagi yang sedang lewat Solo atau mampir di Solo, silahkan dicoba jajanan tradisional khas Solo ini.

Ketan hitam dan ketan putih
Ada juga Grontol
Semoga memberi inspirasi.

READ MORE - Lonjongan Jajanan Tradisional Khas Pasar Gede Solo
blogmasanton - Dawet Telasih Mbok Dermi Pasar Gede Solo

Solo, 6 September 2012

Hari ini kebetulan aku nganter istri untuk Tugas Monitoring siswanya di daerah Sukoharjo, karena ada keperluan juga sekalian dolan ke Solo. Kebetulan kami melewati Pasar Gede Solo, terlintas dalam benakku kenangan indah saat melewati bangunan ini, teringat memori masa kecil dulu (cos masa kecilku lebih banyak dihabiskan di Solo). Setiap berkunjung ke pasar ini, aku pasti dibelikan ibu Dawet Telasih. Ada satu tempat di antara sekian banyak penjual dawet di pasar ini yang jadi langganan ibu aku sejak dulu (Dawet Telasih Mbok Dermi). Yups... dawet inilah yang membuat aku kangen dengan Solo, dengan Pasar Gedenya. 
Aku coba berhenti di Pasar Gede, tanya sana - sini masih adakah Dawet Telasih Mbok Dermi?

Dawet Telasih Mbok Dermi
Setelah beberapa menit muter - muter di dalam pasar akhirnya, ketemu juga dengan los dawetnya Mbok Dermi (karena losnya pindah setelah Pasar Gede di renovasi). Dawet ini sebenarnya biasa seperti dengan dawet pada umumnya, tapi memang rasanya lain dari yang lain. Silahkan anda mencoba sendiri klo mampir di Solo. 
Dawet Telasih Mbok Darmi masih seperti dulu, masih seperti 20 tahun yang lalu (yang berubah tentu saja penjualnya, sekarang anaknya Mbok Dermi), masih ada cendol (yg hijau), ada telasih (yang bulat putih ada hitam - hitamnya itu), ada jenang lemu, buah nangka, santan dan tentu legen gula jawa. Pokoe Mak Nyus kata Pak Bondan. He..he..3x.
Setelah puas bernostalgia dengan kuliner khas Solo ini, baru saya melanjutkan jalan-jalan saya di tempat yang lain. Jangan lupa mampir ya disini "Dawet Telasih Mbok Dermi" di Pasar Gede Solo.

Pasar Gede Solo
Los Dawet Telasih Mbok Dermi


Anaknya Mbok Dermi Melayani Pembeli


Sampai ketemu lagi di postingan kuliner saya yang lain. Semoga menginspirasi.
READ MORE - Dawet Telasih Mbok Dermi Pasar Gede Solo
blogmasanton - Sengaja saya posting artikel ini, yang didapat dari blognya Mas Saptuari (owner Kedai Digital Jogja), sekedar untuk memotivasi saya khususnya, untuk lebih dapat mendekatkan diri pada Sang Pencipta, dan semoga juga dengan kisah ini dapat menginspirasi temen2 semua untuk meraih sukses tidak hanya di dunia tapi juga yang lebih utama meraih sukses dimata Allah SWT dan diakherat nanti.

-----------------------------------------
"kadang kita tidak sadar sesuatu telah dipersiapkan oleh Tuhan sampai kita tergagap-gagap menyadarinya.."


Klaten, Oktober 2009..
Es krim yang dingin dan padat menemani para jamaah yang memenuhi tenda itu, hari ini adalah pengajian pelepasan haji pak Riyanto dan bu Nur, pengusaha beras paling sakses se Klaten raya. Mereka saudara dari bapak mertuaku. Ustad Jadmiko yang didapuk memberikan tausiyah bercerita sebuah kisah nyata tentang tukang becak yang naik haji, ketika Allah berkehendak maka semuanya dimudahkan, dari jalan yang tidak disangka-sangka.. Min haiztsu la yah tasib..

Sebuah kisah nyata dari Yogyakarta, Tukang becak itu ingin sekali bersedekah setelah mendengarkan sebuah pengajian, namun dia tau kondisinya yang tidak mungkin bersedekah dengan uang, maka dia menemukan sebuah ide untuk bersedekah. Yaitu dia berjanji setiap hari jumat dia akan mengantarkan siapapun yang pakai jasanya tanpa meminta imbalan.. Ikhlas dia akan mengantarkan siapapun orangnya hari itu, demi niatnya bersedekah pengganti harta adalah tenaga.. Bukan hanya "senyum" semata seperti kita.
Stasiun Tugu Jogja.. 
Seorang pengusaha sukses dari Jakarta sedang ingin bernostalgia dengan masa lalunya, dengan naik kereta dia turun di stasiun Tugu, dia ingin santai berkeliling Jogja dengan naik becak. Kebetulan tukang becak itu ada didepannya..
"antarkan saya keliling kota pak, baru nanti menuju hotel" pinta pengusaha itu.
"monggo ndoro" jawab tukang becak itu girang, pagi2 sudah dapat rejeki.
Mereka berkeliling kota, berhenti di beberapa tempat yg diminta si pengusaha. Sampai akhirnya menjelang siang mereka menuju sebuah hotel.
Ketika si pengusaha turun dari becak, dan akan membayar tiba-tiba sayup terdengar suara adzan Dzuhur dari masjid. Si tukang becak tersentak, dia tiba-tiba ingat kalau hari ini adalah hari Jumat! Setengah hatinya menangis dia ingin membatalkan niatnya bersedekah di hari jumat, setelah seharian lelah mengantarkan keliling kota, ada rejeki yang banyak di depan mata. Sementara setengah hatinya lagi "nggondeli" menahan agar dia tetap meneruskan niatnya..
Dengan halus tukang becak itu berkata..
"Bapak, terimakasih untuk pemberian bapak, tapi saya tidak bisa menerimanya karena hari ini hari Jumat.. Saya sudah berjanji setiap hari jumat siapapun yang naik becak saya tidak saya pungut bayaran, saya ingin niat sedekah saya tidak luntur karena uang ini.."
Si pengusaha terkejut mendengarnya, setelah seharian mandi keringat mengantarkannya keliling kota, dengan nafas yang ngos-ngosan, tukang becak ini masih sanggup mempertahankan niat yg sudah diucapkan hatinya...
Dengan mata berkaca-kaca, pengusaha itu berkata,
"Pak, saya akhirnya menemukan jawabannya! Entah mengapa minggu ini hati saya gelisah, saya seperti ditunjukkan jalan untuk kembali ke Jogja bukan hanya untuk bernostalgia, tapi juga menguatkan niat saya. Tahun ini saya akan naik haji pak, dan saya belum menemukan siapa orang yang akan menemani saya berangkat ke tanah suci. Dan hari ini saya ditunjukkan oleh Allah langsung, dengan kebersihan hati bapak, dengan niat bersih saya ingin bapak yang menemani saya naik haji tahun ini. Semua biaya dan surat-surat akan saya urus segera, mari pak kita menghadap Allah bersama-sama..."
Gantian si tukang Becak yang terbengong-bengong... Lalu nangis "ngguguk" mendengar ajakan si pengusaha. Jika Allah berkehendak, orang yang memiliki energi yang sama akan dipertemukan di jalan yang tidak disangka-sangka.. Min haiztsu la Yahtasib..

...................
Warung Cowmad Deresan Jogja, 2010..
Aku takjub dan senyum-senyum sendiri mendengar mas Didik bercerita kisah itu,
"Kami satu pesawat Sap, duduk sebelahan tapi tidak saling ngobrol awalnya, Hanya sesekali kami berpandangan mata.. Sampai akhirnya ketika pesawat mau mendarat di Soekarno-Hatta kami saling sapa, dia aku bantu nurunkan tasnya. Ketika kami menunggu bagasi keluar terasa lama sekali. Satu persatu orang pergi membawa tasnya, tasku dan tas dia belum juga keluar. Kami sabar menunggu sambil sesekali ngobrol ringan, semua biasa saja sampai akhirnya tas kami berdua keluar bersamaan, dua tas itu keluar dari pintu bagasi berjalan seperti bergandengan, dempet jalan pelan-pelan. Bayangkan ada yang aneh, dari ratusan tas penumpang pesawat itu hanya tas kami yg keluar belakangan, itupun dalam posisi yg dempet berurutan.. Seperti ada sesuatu tanda dari kejadian ini.
Tenyata di Jakarta dia satu jalur denganku, akhirnya kami sepakat naik taksi bareng, hari itu kami mulai kenalan. Berikutnya di Jogja aku lebih tau banyak soal dia, ternyata dia sama seperti aku, gagal di pernikahan yang pertama. Dia janda aku duda.. Kami semakin sering intens bertemu, Alhamdulillah Allah menunjukkan keajaiban dari hal-hal kecil yang kadang kita tidak sadari, bulan depan kami menikah Sap... Misteri tas dempet di bandara itu yang sampai sekarang aku pahami sebagai rencana Gusti Allah untuk kami..."
semilir angin sore membelai telinga menambah nikmat mendengar cerita itu...
.....………
Jogja, 13 Juni 2011
Baru saja kami meninggalkan panti asuhan Sayap Ibu menyampaikan bantuan rekan-rekan pembaca blog ini, luar biasa terkumpul 15.700.000 dalam 3 hari (baca Putri Herlina Sepasang Tangan Bidadari), aku ajak beberapa manager Kedai Digital agar mereka lebih peka hatinya pada sesama. 15 menit berlalu, tiba-tiba sebuah SMS masuk "mas saya baru saja membaca blog mas Saptu tentang Putri Herlina, saya nitip 1 juta ya mas buat adik-adik bayi Sayap Ibu" Alhamdulillah, selalu ada orang-orang yang terbuka hatinya. Aku turut mendoakan semoga Allah mengganti berlipat-lipat semua rejeki rekan-rekan semua. aku hanya kran air saja yang menyalurkan ke ember yang benar...
sampai di kantor, sudah ada tamu yang menungguku, sementara anak-anak Kedai sibuk dengan tugasnya masing-masing. HP ku tiba-tiba berdering, nomer lokal Jogja.
"haluuuu..." sapaku asal saja tiap ngangkat telpon
"dengan mas Saptuari? saya Emi mas mau minta waktu ketemu waktu dengan mas Saptu bisa? hari ini ya mas? pentiiiing banget mas, plisssss..."
siapa lagi nih, sudah bosan aku nerima telpon dan sms dari orang-orang yang gak dikenal ujung-ujungnya mau ngutang, dari janji sebulan mengembalikan, sampai ada yang mau dicicil enam bulan. Dari yang korban kartu kredit sampai yang ngakunya bisnis gagal ditipu teman... hehehe. Cukup sudah aku kehilangan 13 orang kawan, yang Alhamdulillah aku bantu tapi semuanya pergi tanpa beban, jangankan bayar utang, sms dan telpon untuk menyapa saja tidak pernah. sudah kehilangan uang, tambah kehilangan kawan... yaaa begitulah...
"mmmm, aku masih ada tamu nih.. lain kali saja yaa" jawabku ngelesss..
"mas, mohooon banget saya ingin dapat masukan dari mas Saptu, saya gak mau anak saya diadopsi mas!" lanjutnya
bbrrrrrr... mendengar kata adopsi entah mengapa hatiku melunak, dari nada suaranya yang ekspresif seperti gak dibuat-buat.
"ok, nanti setelah jam tiga ke Deresan aja yaa.." jawabku
sambil mengucapkan terimakasih berulang-ulang, wanita yang ngaku bernama Emi itu menutup telponnya..

jam 3 sore lebih sedikit...
"nama saya Emi mas, mohon maaaafff banget saya ngganggu mas Saptu, saya tadi telphon dari wartel mas karena gak punya HP, saya dulu konsumen Kedai Digital mas, sekitar tahun 2006 habis nikah saya bikin jam dinding warna merah, foto saya dan suami... bagus mas, saya pajang di ruang tamu waktu itu" Emi langsung nyerocos tanpa kuminta, setelah dia duduk nyaman di sofaku. anak yang digendongnya tampak anteng mendengar ibunya bercerita. Bajunya terkesan kumuh dan seadanya..


"anakmu lucu, siapa namanya mbak?" tanyaku
"namanya Flagia Paris Van Java"
"Wowww! lahirnya di Bandung ya?"
"Eggak mas, lahir di paris.. Parangtritis, pas hamil besar aku diajak suamiku ke paris, nah aku malah lahiran disana, Flagia mbrojol duluan lebih cepat satu bulan.."
aku cekikikan mendengar ucapannya yang ceplas ceplos itu.
"kamu kenapa pengen ketemu aku? tau nomer HPku dari mana?"
"Mas, rumah tanggaku hancur berantakan, suamiku pergi sudah hampir setahun ini.. ini mungkin karena sejak nikah Bapak-ibuku tidak merestuiku, anakku yang pertama ikut bapak ibuku, aku seperti disingkirkan dari keluarga, mereka seperti sudah muak melihat wajahku, akhirnya aku memutuskan untuk pergi mas, menggelandang kesana kemari. aku terpaksa ngemis mas, tiap hari aku ajak Flagia keliling dari rumah kerumah, aku maluuuu mas, tapi mau gimana lagi... anakku butuh makan. aku kadang tidur di rumah kawanku di Maguwoharjo, kadang aku tidur di terminal. Flagia cuma aku selimuti selendang, kalo pagi dia kuajak lagi berkeliling untuk mengemis. aku sudah nyaris putus asa mas, wisss embuh mas.. pengen mati rasanya... "
sambil bercerita emi sesekali mencium pipi anaknya, kasih sayang seorang ibu yang dalam kondisi apapun berusaha tegar didepan anaknya...
"sabar yo nduk... sabar yo nduk... iki lho ketemu om Saptu" diangkat anaknya sambil sesekali diajak tersenyum ke arahku.
aku masih serius memahami kata-kata Emi, berusaha kucari kata-kata bohong dari dirinya. Tapi omongannya yang lancar, ekspresi wajahnya yang natural, tatapan matanya yang fokus, gerak tubuhnya yang alami, aku tidak melihat action yang dibuat-buat...
"habis nikah aku pernah kerja jadi penjaga counter tas mas, tapi gajinya hanya 100ribu seminggu, mana cukup untuk kebutuhan sehari-hari. setelah suamiku pergi aku bener-bener limbung mas, dengan membuang rasa maluku, akhirnya aku mengemis setiap hari demi anakku. Ada kawanku yang sudah 10 tahun menikah belum punya anak, dia ingin mengadopsi Flagia mas, aku dijanjikan uang yang besar, aku sempat berfikir untuk melepas anakku ini, dan selesai sudah penderitaanku ini. Aku bisa pergi dengan uang itu untuk memulai hidup baru, entah pergi kemana sejauh mungkin dari sini, tapi setiap aku melihat senyum anakku aku gak tegaaaaaa mas.... aku gak mau kehilangan anakku" katanya tersedu.
aku tersudut di pojok sofaku, aku gak pernah belajar jadi psikolog yang pintar menjadi pendengar yang baik untuk kliennya, pas kuliah dulu aku hanya diajari ngukur tanah dan cara membaca peta yang baik dan benar... ludahku jadi terasa pait saat itu.
"mmm, kamu kok milih aku untuk curhat semua masalahmu mbak? padahal sebelumnya kita kenal aja enggak..." lanjutku
"mungkin ini petunjuk dari Gusti Allah mas, sholatku memang beling mas, kober eling (Sholat hanya kalo pas ingat), tapi dimanapun setiap saat, pas aku di jalanan aku selalu berdoa, semoga Gusti Allah selalu melindungi aku dan anakku. Dua hari lalu aku terbangun di tengah malam mas, sambil duduk aku berdoa khusuuuk banget, aku mohon pada Allah semoga aku diketemukan dengan orang yang mau membantuku, Duh Gustiiii kulo nyuwun pitulungan... doaku hanya itu mas, gak tau darimana pokoknya aku minta langsung sama Gusti Allah"

kata-kata Emi semakin membuatku menelan ludah, seperti menuju sebuah klimaks cerita novel yang bikin pembacanya nangis sampai mringis mringis... aku semakin tersudut ke pojok sofa..
"pagi harinya aku nemu sebuah koran bekas mas, aku baca berita tentang mas Saptu dan Kedai Digital, aku tiba-tiba ingat jam warna merah bergambar fotoku dan suamiku dulu, yang aku pasang diruang tamu.. aku lihat wajah mas Saptu, kayaknya orangnya baik, ramah dan mau membantu.. entah mas, mungkin ini jalan yang Gusti Allah tunjukkan, aku datang ke Kedai, oleh mbak yang jaga aku dikasih nomer HPmu mas, aku beranikan telphon untuk bisa bertemu... wiss embuh mas, aku malu, tapi mungkin ini jalan yang ditunjukkan padaku.."
Boroboro tersanjung dengan ucapanya, sudut sofa ini semakin memojokkanku, bagian sampingnya menekan sisi kiri perutku... uufff!!
"aku ingin terus berjuang untuk anakku mas, aku ingin punya warung angkringan, biar aku gak perlu ngemis lagi! aku juga pengen punya kost sendiri yang murah saja 75ribu sebulan mas, biar anakku gak perlu tidur di terminal lagi. Entah mengapa aku yakin Mas Saptu bisa membantuku... Pak Joko juragan angkringan di Sagan mas, dia punya gerobak-gerobak yang disewakan.. setiap hari makanannya dia yang ngedropi juga. modalnya sekitar 400ribu mas buat bisa menyewa gerobaknya itu, nanti tiap hari nyetor ke Pak Joko 10ribu saja.."

Tiba-tiba sebuah imaginasi muncul diotakku.. Aku seperti berada dalam skenario luar biasa buatan Gusti Allah, bayangan tukang becak yang bisa naik haji, bayangan tas yang dempet punya mas Didik di bandara, bayangan SMS transferan dari donatur yang tadi siang masuk ke rekeningku, bayangan Emi yang baca profilku dari koran bekas, semua seperti video yang diputar ulang di kanan kiriku! Aku seperti dibentak oleh sang sutradara untuk bermain didalamnya... Dan dia berteriak... Actioonnn!!!!

Aku menghela nafas panjang.. Pojok sofa ini tidak lagi menghimpitku..
Aku berdiri, kusiapkan amplop berisi uang 1 juta di dalamnya..
"mbak Emi, mungkin ini jawaban dari doa khusukmu. Ada seseorang yg ingin berbagi untuk panti asuhan yang didalamnya banyak bayi-bayi seumuran anakmu, tapi dia telat transfer hanya 15 menit saja, Mungkin ini memang sudah skenario Tuhan untukmu. Gunakan uang ini untuk menyewa angkringan, untuk bayar kost, untuk beli selimut biar anakmu gak kedinginan...kalo angkringanmu sudah buka kamu telphon aku ya, nanti aku datang kesana..”
Alhamdulillah ya Allaaaah... Matur suwun mas, matur suwun, saya janji mas segera saya siapkan semua, kalo sudah buka saya hubungi mas Saptu lagi..” Kata Emi sambil memeluk anaknya.




Kuantar dia sampai mau turun tangga dari lantai 3 kantorku, aku menarik nafas lega, kulihat ibu muda itu begitu riang gembira, seperti himpitan hidup yang 30 menit lalu memuatnya putus asa hilang sudah entah kemana...

Sayup-sayup seperti kudengar teriakan di telingaku.... suara sang Sutradara lagi.... Cuuuutttt!!!

................................
Jakarta Convention Center, 18 Juni 2011
Hari ini aku mendapat tugas dari tabloid Kontan untuk sharing seminar tentang Bisnis Kemitraan, satu sesi dengan Martha Tilaar, Desainer Hari Darsono, Bossnya TX travel Anthonius Teddy, dan Mayong Suryolaksono wartawan senior intisari, selaku moderator. Aku berkesampatan makan siang di meja bundar dengan orang-orang hebat ini... aku paling junior, paling omot-omot, dan tentu saja paling mirip kingkong.. : D
Walaupun sudah di titik puncak, para pengusaha ini sangat halus tutur katanya, bahasa mereka sangat merendah dan santun. Ketika bu Martha aku ceritakan bahwa istriku langganan Salonnya di Jogja, bu Matha menoleh fokus kepadaku dan berkata “waaah.. terimakasih yaa”. Pak Anthon malah bilang, “mas.. tidak pernah ada tulisan owner di kartu nama saya, karena bisnis dengan 150 cabang ini milik Tuhan..”
Aku terkesima dengan kerendahan hati mereka...

Dengan mas Mayong malah guyonan ala Jogja, sepanjang makan dan seminar aku ngobrol dengan bahasa Jawa.. Suami Nurul Arifin itu asli Jogja, jebolan SMA Debrito yang berjarak hanya 100meter dari Kedaiku di Demangan...



Tugasku selesai di seminar sore itu, aku kembali ke Standku, Plenarry Hall di JCC penuh sesak dengan pengunjung yang tertarik dengan bisnis Franchise dan Kemitraan, hampir semua stand penuh dengan pengunjung yang antusias!

Seorang cowok bertubuh tambun, memakai blangkon khas Jogja dengan baju lurik berlogo pin emas Kraton Ngayogyakarto Hadiningrat mendekatiku..
“Namaku Sigit mas, aku yang punya angkringan pak Camat, cabangku 5 mas di Jakarta, Angkringan ala jogja aku konsep sedikit lebih modern, lebih bersih, biar yang makan juga lebih nyaman! Aku asli Monjali mas, istriku dokter di Sarjito, aku wis 6 tahun kerja di SCTV.. boseen keluar bikin usaha sendiri!” katanya cengengesan.



Konsep bisnis yang sederhana, menghadirkan suasana angkringan Jogja di sudut-sudut Jakarta, walaupun suasana Jogja gak bakal terbeli disana... suara bajaj dan teriakan supir mikrolet bakal mencampuradukkan semuanya..
Lumayan selama ngobrol dua sate usus, dan satu sate kikil langsung kusikat dari angkringan Sigit...
HPku tiba-tiba berdering... nomer lokal Jogja.
“Halo mas Saptu, aku Emi mas... Alhamdulillah kami sudah dapat kost mas, gerobak angkringannya sedang dibuatkan Pak Joko, kalo sudah jadi saya segera jualan mas.. nanti Mas Saptu main ke angkringanku yaa... Makasih ya mas!”
Belum banyak aku berkata-kata, telphon sudah ditutup..

Pengunjung expo di Plenarry hall itu penuh sesak, entah mengapa aku tiba-tiba merasa sepi, seolah waktu berhenti dan semua orang disekelilingku dalam gerak mati..
kupandangi atap hall yang menjulang tinggi...
Aku tiba-tiba kangen ingin mengajak istriku naik scoopy lagi, keliling Jogja mampir ke angkringannya Emi, sambil menggoda Flagia Paris Van Java..
cukup angkringan itu saja yang ingin kudatangi di satu sudut jalan Jogja, bukan angkringan yang bersih, mewah di sudut gemerlap kota Jakarta...


*diketik di lantai 17 Apartemen Sudirman Park Jakarta, dibaca dimana sadja..

Thanks Mas Saptuari .... atas semua motivasinya .....
Sumber : www.saptuari.blogspot.com
READ MORE - Gusti Allah Sutradara Paling Ciamik!!

Saturday, September 8, 2012


blogmasanton - Emang ... dah...bikin nangis, terharu, jadi semangat buat wirausaha ... setelah melahap isi bukunya mas Saptuari "Tweet Sadiz bikin Mringis". 

Sebuah buku yang INSPIRATIF , yang bisa membuat Anda TERTAWA atau bahkan MENANGIS yang dikemas dengan tidak biasa tapi LUAR BIASA.
Dalam buku ini seorang SAPTUARI yang dikenal sebagai bapak PROVOKATOR ENTREPRENEUR CEO ini menyampaikan berbagai tips-tips menjadi pengusaha yang KREATIF dari sisi yang BERBEDA dan LUAR BIASA.
Berbagai kisah menarik seperti KISAH NYATA PENGUSAHA yang bisa mencapai penghasilan sebanyak 700x lipat. dan kisah-kisah nyata lainnya yang terkemas indah dalam buku ini.

So Get Action ..... Semoga memberi inspirasi.
READ MORE - Tweet Sadiz - nya mas Saptuari #edan#

Tuesday, May 29, 2012

Ingatlah Wahai Para Suami !

blogmasanton - Lama tidak bersua dengan BlogMasAnton ya... gak apalah ..sekedar buat curhatan hati kali ini aku sedikit share tentang beratnya menjadi seorang Suami. Ada yang sedikit menggelitik melihat status seorang sahabat di facebook yang secara tersirat mengatakan, "Menjadi suami ternyata sangat berat"... lho tanya kenapa...???

Ketika seorang mempelai pria mengucapkan ”Saya terima nikah dan kawinnya fulanah binti fulan dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan mushaf Al-Qur’an“, ada ’beban‘ baru yang dipikulnya. Beban itu adalah sang suami berkewajiban untuk mengajarkan sholat kepada sang istri yang disimboli dengan pemberian seperangkat alat sholat. Suami juga berkewajiban untuk menjaga sholat istrinya dengan terus mengingatkannya dan membimbingnya supaya tidak melewatkan kewajiban yang satu ini. Karena sholat adalah amalan pertama kali yang akan dihisab pada yaumul hisab kelak.

Begitu pula dengan mas kawin berupa mushaf Al-Qur’an. Mungkin bagi sebagian orang dua mahar ini dianggap sebagai mahar yang murah meriah dan mudah didapatkan di negara yang mayoritasnya muslim ini. Tapi sebenarnya mahar mushaf Al-Qur’an adalah mahar termahal yang diberikan seorang suami kepada istrinya. Mengapa? Karena dengan memberikan mushaf Al-Qur’an, berarti suami wajib untuk mengajarkan istrinya semua isi dari Al-Qur’an yang diberikannya kepada istri dari surat Al-Fatihah hingga surat An-Naas. Suami berkewajiban untuk mengantarkan istrinya kepada akhlaqul qur’an. Suami juga berkewajiban untuk membawa keluarganya kepada kehidupan rumah tangga berdasarkan Al-Qur’an dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman kehidupan rumah tangganya. Bagaimana mahal banget kan mahar yang satu ini?!? Dan bagaimana implementasinya dalam kehidupan kita...??? ternyata susah bro...
Tapi jangan takut dan jangan ragu saudaraku para suami. Semua itu adalah proses yang harus kita lalui, selama kita mau untuk selalu belajar dan berusaha, serta diniati ikhlas untuk beribadah karena Allah SWT, niscaya semua beban yang sepertinya sangat berat Insya Allah mudah untuk dijalani, dan semoga menjadikan kita dan keluarga sebagai Ahli Syurga. Amin.

Semoga penggah renungan ini dapat selalu menjadi inspirasi buat kehidupan kita.
READ MORE - Ingatlah Wahai Para Suami !

Sunday, April 15, 2012

Kisah Penjual Amplop yg Jujur



Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat, saya selalu melihat seorang bapak tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa “aneh” di antara pedagang lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak, sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia “nyempil” sendiri menjual amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun bapak itu tetap menjual amplop. Mungkin bapak itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.

Kehadiran bapak tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba. Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah tidak mempedulikan kehadiran bapak tua itu.

Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat bapak tua itu lagi sedang duduk terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu bapak itu melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya menghampiri bapak tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkusa plastik itu. “Seribu”, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi bapak tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. “Saya beli ya pak, sepuluh bungkus”, kata saya.

Bapak itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke dalam kotak.

Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin hanya dapat lima buah amplop. Bapak itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop surat senilai Rp7500. “Bapak cuma ambil sedikit”, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu mendengar jawaban jujur si bapak tua. Jika pedagang nakal ‘menipu’ harga dengan menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, bapak tua itu hanya mengambil keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli nasi.

Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat bapak tua itu untuk membeli makan siang. Si bapak tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status seorang teman di facebook yang bunyinya begini:

“bapak-bapak tua menjajakan barang dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman dan lengkap..”.

Si bapak tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka. Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya, karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.

Dalam pandangan saya bapak tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si bapak tua tidak mau mengemis, ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.

Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si bapak tua tadi. Mungkin benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si bapak tua.

Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya saya akan melihat si bapak tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan dagangannya yang tak laku-laku.

Saudaraku, "Di antara sekian jenis kemiskinan", kata KH. Rahmat Abdullah, "yang paling memprihatinkan adalah kemiskinan azam". Walaupun kondisi fisiknya tak sempurna, walaupun pendidikannya rendah, walaupun usianya tak lagi muda.. Izzah (kehormatan) dirinya dalam bekerja mencari penghasilan yang halal harus kita hargai daripada yang meminta-minta. Walaupun tidak salah apabila kita memberikan sedekah kepada siapapun yang kita lihat ketika beliau orang-orang tersebut membutuhkan uluran pertolongan kita.

sumber : pengalaman seorang teman
READ MORE - Kisah Penjual Amplop yg Jujur

Sunday, March 18, 2012

 
RENUNGAN UNTUK KITA

Surat Untuk Bunda Dari Bayi Yang di Aborsi...!!!
Dear Bunda tersayang...

Assalamualaikum Wr. Wb.
Bagaimana kabar bunda hari ini? Smoga bunda baik-baik saja. Ananda juga di sini baik-baik saja bunda. ALLAH SWT sayang banget dech sama nanda. ALLAH juga yang meminta nanda menulis surat ini untuk bunda, sebagai bukti cinta nanda kepada bunda.
Bunda, ingin sekali ananda menyapa bunda, perempuan yang telah merelakan rahimnya untuk ananda diami walaupun hanya sesaat.

Bunda, sebenarnya ananda ingin lebih lama menumpang di rahim bunda, ruang yang kata ALLAH paling kokoh dan paling aman di dunia ini. Tapi rupanya, bunda tidak menginginkan kehadiran ananda, jadi sebagai anak yang baik, ananda pun rela menukarkan kehidupan ananda demi kebahagiaan bunda. Walaupun dulu, waktu bunda meluruhkan ananda, sakit sekali rasa nya bunda. Badan ananda rasanya seperti tercabik-cabik, dan keluar sebagai gumpalan darah yang menjijikan apalagi hati ananda, nyeri, merasa seperti aib yang tidak dihargai dan tidak diinginkan.

Tapi ananda tidak kecewa kok bunda. Karena dengan begitu, bunda telah mengantarkan ananda untuk bertemu dan dijaga oleh ALLAH, bahkan ananda dirawat dengan penuh kasih sayang di dalam syurga_NYA.

Bunda, ananda mau cerita...
Dulu ananda pernah menangis dan bertanya kepada ALLAH, mengapa bunda meluruhkan ananda, saat ananda masih berupa wujud yang belum sempurna dan membiarkan ananda sendirian di sini? Apa bunda tidak sayang pada ananda? Bunda tidak ingin mencium ananda? Atau jangan-jangan karena nanti ananda rewel dan suka mengompol sembarangan?
Lalu ALLAH bilang, bunda kamu malu sayang.
Kenapa bunda malu?
Karena dia takut kamu dilahirkan sebagai anak haram.
Anak haram itu apa ya ALLAH?
Anak haram itu anak yang dilahirkan tanpa ayah.
Nanda bingung dan bertanya lagi sama ALLAH...
Ya ALLAH, bukannya setiap anak itu pasti punya ayah dan ibu, Kecuali nabi Adam AS dan Isa AS?
ALLAH yang Maha Tahu menjawab, bahwa bunda dan ayah memproses ananda bukan dalam ikatan pernikahan yang syah dan ALLAH Ridhoi. Ananda semakin bingung dan akhirnya ananda putuskan untuk diam.

Bunda, ananda malu terus-terusan nanya sama ALLAH, walaupun ALLAH selalu menjawab semua pertanyaan ananda, tapi ananda ingin nya bertanya pada bunda saja, pernikahan itu apa sih?
Kenapa bunda tidak menikah saja dengan ayah?
Kenapa bunda membuat ananda jadi anak haram dan mengapa bunda mengusir ananda dari rahim bunda dan tidak memberi kesempatan ananda hidup di dunia dan berbakti kepada bunda?
Hehehehe, maaf ya bunda, ananda bawel banget.
Nanti saja, ananda tanyakan padabunda kalau kita ketemu.

Oh ya Bunda, suatu hari malaikat pernah mengajak jalan-jalan ananda ke tempat yang katanya bernama neraka. Tempat itu sangat menyeramkan dan sangat jauh berbeda dengan tempat tinggal ananda di syurga. Di situ, banyak orang yang dibakar pake api lho bunda. Minumnya juga pakai nanah dan makannya buah-buahan aneh, banyak durinya. Yang paling mengerikan, ada perempuan yang ditusuk dan dibakar kaya sate gitu, serem banget dech bunda.

Lagi ngeri-ngerinya, tiba-tiba malaikat bilang pada ananda. Nak, kalau bunda dan ayahmu tidak bertaubat kelak di situlah tempatnya. Di situlah orang yang berzina akan tinggal dan disiksa selamanya. Seketika itu ananda menangis dan berteriak-teriak memohon agar bunda dan ayah jangan dimasukkan ke situ. Aanda sayang bunda. Ananda kangen dan ingin bertemu bunda. Ananda ingin merasakan lembutnya belaian tangan bunda, dan ananda ingin kita tinggal bersama di syurga. Ananda takut, bunda dan ayah dihukum dan disiksa seperti orang-orang itu.

Lalu, dengan lembut malaikat berkata. Nak,kata Allah kalau kamu sayang, mau bertemu dan ingin ayah bundamu tinggal di syurga bersamamu, tulislah surat untuk mereka. Sampaikan berita baik bahwa kamu tinggal di syurga dan ingin mereka ikut, ajaklah mereka bertaubat dan sampaikan juga kabar buruk, bahwa jika mereka tidak bertaubat mereka akan disiksa di neraka seperti orang-orang itu.

Saat mendengar itu, segera saja ananda menulis surat ini untuk bunda, menurut ananda ALLAH itu sangat baik bunda. ALLAH akan memaafkan semua kesalahan makhluk_NYA, asal mereka mau bertaubat nasuha.
Bunda taubat ya? Ajak ayah juga, nanti biar kita bisa kumpul bareng di sini. Nanti ananda jemput bunda dan ayah di padang Mahsyar dech. Ananda janji mau bawain minuman dan payung buat ayah dan bunda, soalnya kata ALLAH di sana panas banget bunda. Antriannya juga panjang sekali, karena, semua orang sejak jaman nabi Adam AS akan dikumpulkan disana. Tapi bunda jangan khawatir, ALLAH janji, walaupun ramai, kalo bunda dan ayah benar-benar bertaubat dan jadi orang yang baik, pasti ananda bisa bertemu kalian.

Bunda, kasih kesempatan buat ananda ya.. Agar nanda bisa merasakan nikmatnya bertemu dan berbakti kepada orang tua, ananda juga mohon banget sama bunda, jangan sampai adik-adik ananda mengalami nasib yang sama dengan ananda. Biarlah ananda saja yang merasakan sakitnya ketersia-siaan ini. Tolong ya bunda, kasih adik-adik kesempatan untuk hidup di dunia menemani dan merawat bunda saat bunda tua kelak.

Sudah dulu ya bunda. Ananda mau main-main dulu di syurga. Ananda tunggu kedatangan ayah dan bunda di sini. Ananda sayang banget sama bunda..
mmmuuuaaaccchhh...!!!
^_^


Dalil:

“Tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan ALLAh dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat.”
[Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat : 228]

“Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa Apakah Dia dibunuh.”
[Al-Qur’an surat At-Takwir ayat : 8-9]
READ MORE - Surat Untuk Bunda Dari Bayi Yang di Aborsi...!!!

Friday, March 2, 2012


blogmasanton - Ternyata masih ada Hakim ber-NURANI di Indonesia, ya ternyata masih ada hakim yang jujur menegakkan keadilan dan juga memiliki NURANI untuk membela kaum Marjinal di negeri yang amburadul ini. Kisah ini terjadi di Pengadilan Negeri Sidoharjo baru - baru ini. Semoga memberi inspirasi.
Di ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong. Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan cucunya kelaparan. Namun seorang laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dg alasan agar menjadi cnth bagi warga lainnya.

Hakim menghela nafas. dan berkata, “Maafkan saya, bu”, katanya sambil memandang nenek itu.

”Saya tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa PU”.

Nenek itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun tiba-tiba hakim mencopot topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil & memasukkan uang Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di ruang sidang.

‘Saya atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk memberi makan cucunya.

"Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”

sebelum palu diketuk nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp 3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan kepanitera pengadilan untuk membayar dendanya, setelah itu dia pulang dengan wajah penuh kebahagian dan haru dengan membawa sisa uang termasuk uang Rp 50 ribu yang dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya.

Semoga di indonesia banyak hakim-hakim yang berhati mulia seperti ini.
READ MORE - Ternyata masih ada Hakim ber-NURANI di Indonesia

Wednesday, February 22, 2012

blogmasanton - Just for shared ......



Anakku, Tak Perlu Kau Tangisi Presiden Itu (karya : Dian Kelana ; http://hasjmi.blogspot.com )

Anakku…
tak perlu kau tangisi presiden itu
walaupun air matamu kering
walau yang keluar dari pelupuk matamu darah
dia tak akan peduli!
karena hatinya telah beku, untuk merasakan penderitaan rakyatnya
karena matanya telah buta, untuk melihat kemiskinan dan kemelaratan rakyatnya
karena telinganya telah tuli, untuk mendengarkan rintihan dan tangisan rakyatnya
mengurus kelompoknya yang hanya dihuni segelintir bedebah saja dia tak becus
apalagi mengurus jutaan mulut yang mangap kelaparan
dia lebih senang mengarang lagu
daripada mendengarkan keroncongan perut rakyatnya yang lapar
biarkanlah dia bermain film
karena dia tak suka melihat realitas kehidupan rakyatnya yang melarat
biarkanlah dia membeli pesawat terbang
karena dia memang ingin pergi jauh sejauh mungkin dari rakyatnya
-
Anakku……
tak perlu kau tangisi para pemimpin negeri para bedebah ini
karena merekapun tak pernah memikirkan mu
mereka hanya memikirkan kelompoknya
yang terdiri dari para perampok uang rakyat
biarkanlah mereka berpesta diatas rintihan dan penderitaan rakyatnya
menikmati makanan kecil mereka yang harganya puluhan ribu
sambil duduk di kursi yang harganya puluhan juta
lalu membuang ke jamban yang harganya milyaran
karena mereka kini hanya tinggal menghitung hari
menunggu keruntuhan dan azab yang akan mendera mereka
karena mereka bukanlah pemimpin yang amanah.
-
Anakku…
kau tinggallah dulu di seberang sana
berjuang mencari penghidupan yang layak
karena negerimu tak sanggup menyediakannya untukmu
kalau kau pulang nanti
pulanglah melalui pintu yang bersahabat denganmu
yang menerima kedatanganmu dengan senyum
bukan pintu yang ditunggui para perampok
yang akan menggiringmu keterminal neraka
dimana kau akan dilucuti hingga tak bersisa
READ MORE - Anakku, Tak Perlu Kau Tangisi Presiden Itu

Friday, February 10, 2012

Selamat jalan ... Suamiku ...

blogmasanton - cerita ini saya ambil dari blog seorang teman, semoga dapat memberi inspirasi bagi kita semua dan semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang telah kita miliki. 
 
 
Aku membencinya, itulah yang selalu kubisikkan dalam hatiku hampir sepanjang kebersamaan kami. Meskipun menikahinya, aku tak pernah benar-benar menyerahkan hatiku padanya. Menikah karena paksaan orangtua, membuatku membenci suamiku sendiri.

Walaupun menikah terpaksa, aku tak pernah menunjukkan sikap benciku. Meskipun membencinya, setiap hari aku melayaninya sebagaimana tugas istri. Aku terpaksa melakukan semuanya karena aku tak punya pegangan lain. Beberapa kali muncul keinginan meninggalkannya tapi aku tak punya kemampuan finansial dan dukungan siapapun. Kedua orangtuaku sangat menyayangi suamiku karena menurut mereka, suamiku adalah sosok suami sempurna untuk putri satu-satunya mereka.

Ketika menikah, aku menjadi istri yang teramat manja. Kulakukan segala hal sesuka hatiku. Suamiku juga memanjakanku sedemikian rupa. Aku tak pernah benar-benar menjalani tugasku sebagai seorang istri. Aku selalu bergantung padanya karena aku menganggap hal itu sudah seharusnya setelah apa yang ia lakukan padaku. Aku telah menyerahkan hidupku padanya sehingga tugasnyalah membuatku bahagia dengan menuruti semua keinginanku.

Di rumah kami, akulah ratunya. Tak ada seorangpun yang berani melawan. Jika ada sedikit saja masalah, aku selalu menyalahkan suamiku. Aku tak suka handuknya yang basah yang diletakkan di tempat tidur, aku sebal melihat ia meletakkan sendok sisa mengaduk susu di atas meja dan meninggalkan bekas lengket, aku benci ketika ia memakai komputerku meskipun hanya untuk menyelesaikan pekerjaannya. Aku marah kalau ia menggantung bajunya di kapstock bajuku, aku juga marah kalau ia memakai pasta gigi tanpa memencetnya dengan rapi, aku marah kalau ia menghubungiku hingga berkali-kali ketika aku sedang bersenang-senang dengan teman-temanku.

Tadinya aku memilih untuk tidak punya anak. Meskipun tidak bekerja, tapi aku tak mau mengurus anak. Awalnya dia mendukung dan akupun ber-KB dengan pil. Tapi rupanya ia menyembunyikan keinginannya begitu dalam sampai suatu hari aku lupa minum pil KB dan meskipun ia tahu ia membiarkannya. Akupun hamil dan baru menyadarinya setelah lebih dari empat bulan, dokterpun menolak menggugurkannya.

Itulah kemarahanku terbesar padanya. Kemarahan semakin bertambah ketika aku mengandung sepasang anak kembar dan harus mengalami kelahiran yang sulit. Aku memaksanya melakukan tindakan vasektomi agar aku tidak hamil lagi. Dengan patuh ia melakukan semua keinginanku karena aku mengancam akan meninggalkannya bersama kedua anak kami.

Waktu berlalu hingga anak-anak tak terasa berulang tahun yang ke-delapan. Seperti pagi-pagi sebelumnya, aku bangun paling akhir. Suami dan anak-anak sudah menungguku di meja makan. Seperti biasa, dialah yang menyediakan sarapan pagi dan mengantar anak-anak ke sekolah. Hari itu, ia mengingatkan kalau hari itu ada peringatan ulang tahun ibuku. Aku hanya menjawab dengan anggukan tanpa mempedulikan kata-katanya yang mengingatkan peristiwa tahun sebelumnya, saat itu aku memilih ke mal dan tidak hadir di acara ibu. Yaah, karena merasa terjebak dengan perkawinanku, aku juga membenci kedua orangtuaku.

Sebelum ke kantor, biasanya suamiku mencium pipiku saja dan diikuti anak-anak. Tetapi hari itu, ia juga memelukku sehingga anak-anak menggoda ayahnya dengan ribut. Aku berusaha mengelak dan melepaskan pelukannya. Meskipun akhirnya ikut tersenyum bersama anak-anak. Ia kembali mencium hingga beberapa kali di depan pintu, seakan-akan berat untuk pergi.
 
Ketika mereka pergi, akupun memutuskan untuk ke salon. Menghabiskan waktu ke salon adalah hobiku. Aku tiba di salon langgananku beberapa jam kemudian. Di salon aku bertemu salah satu temanku sekaligus orang yang tidak kusukai. Kami mengobrol dengan asyik termasuk saling memamerkan kegiatan kami. 

Tiba waktunya aku harus membayar tagihan salon, namun betapa terkejutnya aku ketika menyadari bahwa dompetku tertinggal di rumah. Meskipun merogoh tasku hingga bagian terdalam aku tak menemukannya di dalam tas. Sambil berusaha mengingat-ingat apa yang terjadi hingga dompetku tak bisa kutemukan aku menelepon suamiku dan bertanya.
“Maaf sayang, kemarin Farhan meminta uang jajan dan aku tak punya uang kecil maka kuambil dari dompetmu. Aku lupa menaruhnya kembali ke tasmu, kalau tidak salah aku letakkan di atas meja kerjaku.” Katanya menjelaskan dengan lembut.

Dengan marah, aku mengomelinya dengan kasar. Kututup telepon tanpa menunggunya selesai bicara. Tak lama kemudian, handphoneku kembali berbunyi dan meski masih kesal, akupun mengangkatnya dengan setengah membentak. “Apalagi??”

“Sayang, aku pulang sekarang, aku akan ambil dompet dan mengantarnya padamu. Sayang sekarang ada dimana?” tanya suamiku cepat , kuatir aku menutup telepon kembali. Aku menyebut nama salonku dan tanpa menunggu jawabannya lagi, aku kembali menutup telepon. Aku berbicara dengan kasir dan mengatakan bahwa suamiku akan datang membayarkan tagihanku. Si empunya Salon yang sahabatku sebenarnya sudah membolehkanku pergi dan mengatakan aku bisa membayarnya nanti kalau aku kembali lagi. Tapi rasa malu karena “musuh”ku juga ikut mendengarku ketinggalan dompet membuatku gengsi untuk berhutang dulu.

Hujan turun ketika aku melihat keluar dan berharap mobil suamiku segera sampai. Menit berlalu menjadi jam, aku semakin tidak sabar sehingga mulai menghubungi handphone suamiku. Tak ada jawaban meskipun sudah berkali-kali kutelepon. Padahal biasanya hanya dua kali berdering teleponku sudah diangkatnya. Aku mulai merasa tidak enak dan marah.

Teleponku diangkat setelah beberapa kali mencoba. Ketika suara bentakanku belum lagi keluar, terdengar suara asing menjawab telepon suamiku. Aku terdiam beberapa saat sebelum suara lelaki asing itu memperkenalkan diri, “selamat siang, ibu. Apakah ibu istri dari bapak armandi?” kujawab pertanyaan itu segera. Lelaki asing itu ternyata seorang polisi, ia memberitahu bahwa suamiku mengalami kecelakaan dan saat ini ia sedang dibawa ke rumah sakit kepolisian. Saat itu aku hanya terdiam dan hanya menjawab terima kasih. Ketika telepon ditutup, aku berjongkok dengan bingung. Tanganku menggenggam erat handphone yang kupegang dan beberapa pegawai salon mendekatiku dengan sigap bertanya ada apa hingga wajahku menjadi pucat seputih kertas.

Entah bagaimana akhirnya aku sampai di rumah sakit. Entah bagaimana juga tahu-tahu seluruh keluarga hadir di sana menyusulku. Aku yang hanya diam seribu bahasa menunggu suamiku di depan ruang gawat darurat. Aku tak tahu harus melakukan apa karena selama ini dialah yang melakukan segalanya untukku. Ketika akhirnya setelah menunggu beberapa jam, tepat ketika kumandang adzan maghrib terdengar seorang dokter keluar dan menyampaikan berita itu. Suamiku telah tiada. Ia pergi bukan karena kecelakaan itu sendiri, serangan stroke-lah yang menyebabkan kematiannya. Selesai mendengar kenyataan itu, aku malah sibuk menguatkan kedua orangtuaku dan orangtuanya yang shock. Sama sekali tak ada airmata setetespun keluar di kedua mataku. Aku sibuk menenangkan ayah ibu dan mertuaku. Anak-anak yang terpukul memelukku dengan erat tetapi kesedihan mereka sama sekali tak mampu membuatku menangis.

Ketika jenazah dibawa ke rumah dan aku duduk di hadapannya, aku termangu menatap wajah itu. Kusadari baru kali inilah aku benar-benar menatap wajahnya yang tampak tertidur pulas. Kudekati wajahnya dan kupandangi dengan seksama. Saat itulah dadaku menjadi sesak teringat apa yang telah ia berikan padaku selama sepuluh tahun kebersamaan kami. Kusentuh perlahan wajahnya yang telah dingin dan kusadari inilah kali pertama kali aku menyentuh wajahnya yang dulu selalu dihiasi senyum hangat. Airmata merebak dimataku, mengaburkan pandanganku. Aku terkesiap berusaha mengusap agar airmata tak menghalangi tatapan terakhirku padanya, aku ingin mengingat semua bagian wajahnya agar kenangan manis tentang suamiku tak berakhir begitu saja. Tapi bukannya berhenti, airmataku semakin deras membanjiri kedua pipiku. Peringatan dari imam mesjid yang mengatur prosesi pemakaman tidak mampu membuatku berhenti menangis. Aku berusaha menahannya, tapi dadaku sesak mengingat apa yang telah kuperbuat padanya terakhir kali kami berbicara.

Aku teringat betapa aku tak pernah memperhatikan kesehatannya. Aku hampir tak pernah mengatur makannya. Padahal ia selalu mengatur apa yang kumakan. Ia memperhatikan vitamin dan obat yang harus kukonsumsi terutama ketika mengandung dan setelah melahirkan. Ia tak pernah absen mengingatkanku makan teratur, bahkan terkadang menyuapiku kalau aku sedang malas makan. Aku tak pernah tahu apa yang ia makan karena aku tak pernah bertanya. Bahkan aku tak tahu apa yang ia sukai dan tidak disukai. Hampir seluruh keluarga tahu bahwa suamiku adalah penggemar mie instant dan kopi kental. Dadaku sesak mendengarnya, karena aku tahu ia mungkin terpaksa makan mie instant karena aku hampir tak pernah memasak untuknya. Aku hanya memasak untuk anak-anak dan diriku sendiri. Aku tak perduli dia sudah makan atau belum ketika pulang kerja. Ia bisa makan masakanku hanya kalau bersisa. Iapun pulang larut malam setiap hari karena dari kantor cukup jauh dari rumah. Aku tak pernah mau menanggapi permintaannya untuk pindah lebih dekat ke kantornya karena tak mau jauh-jauh dari tempat tinggal teman-temanku.

Saat pemakaman, aku tak mampu menahan diri lagi. Aku pingsan ketika melihat tubuhnya hilang bersamaan onggokan tanah yang menimbun. Aku tak tahu apapun sampai terbangun di tempat tidur besarku. Aku terbangun dengan rasa sesal memenuhi rongga dadaku. Keluarga besarku membujukku dengan sia-sia karena mereka tak pernah tahu mengapa aku begitu terluka kehilangan dirinya.

Hari-hari yang kujalani setelah kepergiannya bukanlah kebebasan seperti yang selama ini kuinginkan tetapi aku malah terjebak di dalam keinginan untuk bersamanya. Di hari-hari awal kepergiannya, aku duduk termangu memandangi piring kosong. Ayah, Ibu dan ibu mertuaku membujukku makan. Tetapi yang kuingat hanyalah saat suamiku membujukku makan kalau aku sedang mengambek dulu. Ketika aku lupa membawa handuk saat mandi, aku berteriak memanggilnya seperti biasa dan ketika malah ibuku yang datang, aku berjongkok menangis di dalam kamar mandi berharap ia yang datang. Kebiasaanku yang meneleponnya setiap kali aku tidak bisa melakukan sesuatu di rumah, membuat teman kerjaku kebingungan menjawab teleponku. Setiap malam aku menunggunya di kamar tidur dan berharap esok pagi aku terbangun dengan sosoknya di sebelahku.

Dulu aku begitu kesal kalau tidur mendengar suara dengkurannya, tapi sekarang aku bahkan sering terbangun karena rindu mendengarnya kembali. Dulu aku kesal karena ia sering berantakan di kamar tidur kami, tetapi kini aku merasa kamar tidur kami terasa kosong dan hampa. Dulu aku begitu kesal jika ia melakukan pekerjaan dan meninggalkannya di laptopku tanpa me-log out, sekarang aku memandangi komputer, mengusap tuts-tutsnya berharap bekas jari-jarinya masih tertinggal di sana. Dulu aku paling tidak suka ia membuat kopi tanpa alas piring di meja, sekarang bekasnya yang tersisa di sarapan pagi terakhirnyapun tidak mau kuhapus. Remote televisi yang biasa disembunyikannya, sekarang dengan mudah kutemukan meski aku berharap bisa mengganti kehilangannya dengan kehilangan remote. Semua kebodohan itu kulakukan karena aku baru menyadari bahwa dia mencintaiku dan aku sudah terkena panah cintanya.

Aku juga marah pada diriku sendiri, aku marah karena semua kelihatan normal meskipun ia sudah tidak ada. Aku marah karena baju-bajunya masih di sana meninggalkan baunya yang membuatku rindu. Aku marah karena tak bisa menghentikan semua penyesalanku. Aku marah karena tak ada lagi yang membujukku agar tenang, tak ada lagi yang mengingatkanku sholat meskipun kini kulakukan dengan ikhlas. Aku sholat karena aku ingin meminta maaf, meminta maaf pada Allah karena menyia-nyiakan suami yang dianugerahi padaku, meminta ampun karena telah menjadi istri yang tidak baik pada suami yang begitu sempurna. Sholatlah yang mampu menghapus dukaku sedikit demi sedikit. Cinta Allah padaku ditunjukkannya dengan begitu banyak perhatian dari keluarga untukku dan anak-anak. Teman-temanku yang selama ini kubela-belain, hampir tak pernah menunjukkan batang hidung mereka setelah kepergian suamiku.

Empat puluh hari setelah kematiannya, keluarga mengingatkanku untuk bangkit dari keterpurukan. Ada dua anak yang menungguku dan harus kuhidupi. Kembali rasa bingung merasukiku. Selama ini aku tahu beres dan tak pernah bekerja. Semua dilakukan suamiku. Berapa besar pendapatannya selama ini aku tak pernah peduli, yang kupedulikan hanya jumlah rupiah yang ia transfer ke rekeningku untuk kupakai untuk keperluan pribadi dan setiap bulan uang itu hampir tak pernah bersisa. Dari kantor tempatnya bekerja, aku memperoleh gaji terakhir beserta kompensasi bonusnya. Ketika melihatnya aku terdiam tak menyangka, ternyata seluruh gajinya ditransfer ke rekeningku selama ini. Padahal aku tak pernah sedikitpun menggunakan untuk keperluan rumah tangga. Entah darimana ia memperoleh uang lain untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga karena aku tak pernah bertanya sekalipun soal itu.Yang aku tahu sekarang aku harus bekerja atau anak-anakku takkan bisa hidup karena jumlah gaji terakhir dan kompensasi bonusnya takkan cukup untuk menghidupi kami bertiga. Tapi bekerja di mana? Aku hampir tak pernah punya pengalaman sama sekali. Semuanya selalu diatur oleh dia.

Kebingunganku terjawab beberapa waktu kemudian. Ayahku datang bersama seorang notaris. Ia membawa banyak sekali dokumen. Lalu notaris memberikan sebuah surat. Surat pernyataan suami bahwa ia mewariskan seluruh kekayaannya padaku dan anak-anak, ia menyertai ibunya dalam surat tersebut tapi yang membuatku tak mampu berkata apapun adalah isi suratnya untukku.

Istriku Liliana tersayang,

Maaf karena harus meninggalkanmu terlebih dahulu, sayang. maaf karena harus membuatmu bertanggung jawab mengurus segalanya sendiri. Maaf karena aku tak bisa memberimu cinta dan kasih sayang lagi. Allah memberiku waktu yang terlalu singkat karena mencintaimu dan anak-anak adalah hal terbaik yang pernah kulakukan untukmu.

Seandainya aku bisa, aku ingin mendampingi sayang selamanya. Tetapi aku tak mau kalian kehilangan kasih sayangku begitu saja. Selama ini aku telah menabung sedikit demi sedikit untuk kehidupan kalian nanti. Aku tak ingin sayang susah setelah aku pergi. Tak banyak yang bisa kuberikan tetapi aku berharap sayang bisa memanfaatkannya untuk membesarkan dan mendidik anak-anak. Lakukan yang terbaik untuk mereka, ya sayang.

Jangan menangis, sayangku yang manja. Lakukan banyak hal untuk membuat hidupmu yang terbuang percuma selama ini. Aku memberi kebebasan padamu untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang tak sempat kau lakukan selama ini. Maafkan kalau aku menyusahkanmu dan semoga Tuhan memberimu jodoh yang lebih baik dariku.

Teruntuk Farah, putri tercintaku. Maafkan karena ayah tak bisa mendampingimu. Jadilah istri yang baik seperti Ibu dan Farhan, ksatria pelindungku. Jagalah Ibu dan Farah. Jangan jadi anak yang bandel lagi dan selalu ingat dimanapun kalian berada, ayah akan disana melihatnya. Oke, Buddy!

Aku terisak membaca surat itu, ada gambar kartun dengan kacamata yang diberi lidah menjulur khas suamiku kalau ia mengirimkan note.

Notaris memberitahu bahwa selama ini suamiku memiliki beberapa asuransi dan tabungan deposito dari hasil warisan ayah kandungnya. Suamiku membuat beberapa usaha dari hasil deposito tabungan tersebut dan usaha tersebut cukup berhasil meskipun dimanajerin oleh orang-orang kepercayaannya. Aku hanya bisa menangis terharu mengetahui betapa besar cintanya pada kami, sehingga ketika ajal menjemputnya ia tetap membanjiri kami dengan cinta.

Aku tak pernah berpikir untuk menikah lagi. Banyaknya lelaki yang hadir tak mampu menghapus sosoknya yang masih begitu hidup di dalam hatiku. Hari demi hari hanya kuabdikan untuk anak-anakku. Ketika orangtuaku dan mertuaku pergi satu persatu meninggalkanku selaman-lamanya, tak satupun meninggalkan kesedihan sedalam kesedihanku saat suamiku pergi.

Kini kedua putra putriku berusia duapuluh tiga tahun. Dua hari lagi putriku menikahi seorang pemuda dari tanah seberang. Putri kami bertanya, “Ibu, aku harus bagaimana nanti setelah menjadi istri, soalnya Farah kan ga bisa masak, ga bisa nyuci, gimana ya bu?”

Semoga peristiwa di bawah ini membuat kita belajar bersyukur untuk apa yang sudah kita miliki.
READ MORE - Selamat jalan ... Suamiku ...